Dengan Siapakah Kita Berpacu dalam Hidup?

Leave a comment

Di masa digital seperti ini, akses kita ke kehidupan orang lain semakin mudah. Layaknya jalan tol yang serba cepat, kita pun bisa melihat kilasan-kilasan hidup saudara, teman, kolega, bahkan influencer atau artis yang sesungguhnya jauh dari kita. Apalagi masa pandemi yang makin mengakrabkan kita dengan internet. Semua ini bisa jadi pisau bermata dua jika tidak dikelola dengan bijak. Di satu sisi, ada banyak sekali manfaat yang bisa kita dapatkan dari cepatnya arus informasi, pengetahuan yang dulu harus diakses lewat buku yang tak terjangkau, kini bisa kita dapatkan bahkan dalam bentuk infografis yang menarik dan mudah dicerna. Belum lagi banyak pakar di berbagai bidang yang rajin berbagi ilmu lewat media sosialnya. Atau mendekatkan sahabat-sahabat yang jaraknya bisa jadi tak lagi terjangkau.

Namun, alih-alih mampu berenang dan mendapatkan manfaatnya, kita bisa saja tenggelam di ombak besar ketika berselancar. Silau akan gemerlap gaya hidup para influencer, terjebak iklan-iklan produk nan menarik dan akhirnya terjerumus pada konsumerisme, atau yang paling dekat adalah merasa kecil setelah melihat beragam capaian serta cuplikan kisah bahagia orang-orang yang kita ikuti di media sosial. Bisa jadi kita membuat pacuan dalam hidup, kita berlari dan terengah-engah, lelah dan tak pernah puas, padahal sesungguhnya pacuan tersebut tidak pernah ada, hanya hidup di diri kita sendiri.

Jadi, bagaimana kiat untuk tetap sehat mental di tengah kondisi seperti ini?

More

Mendaftar Beasiswa Unggulan Kemdikbud: Pengalaman dan Pembelajaran

Leave a comment

Serba-serbi Beasiswa Unggulan

Halo semua! Saya akan berbagi pengalaman mendaftar hingga menjadi awardee Beasiswa Unggulan Kemdikbud tahun 2019. Waktu itu studi magister saya sudah jalan dua semester, Alhamdulillah ternyata ada beasiswa yang menerima mahasiswa ongoing, ya beasiswa unggulan ini (seterusnya saya singkat BU ya). Syarat utama ketika mau mendaftar BU adalah sudah diterima PTN/PTS dalam negeri dengan akreditasi minimal B, yang ongoing maksimal berada di semester 3 (alias KHS semester 3 belum keluar), baik jenjang sarjana, magister, dan doktoral. Dan yang juga penting adalah tidak sedang menerima beasiswa lain yang memberikan biaya hidup, spp, dan biaya buku.

Nah, sudah ketahuan kan apa saja yang diperoleh jika menjadi awardee BU. SPP kalian akan dibayar, ada uang saku juga per bulan, serta tambahan biaya buku per tahun. Kalau yang on going, semua ini akan dicover mulai semester 3. Yang menarik dari beasiswa ini adalah anti ribet, hehe. Buat saya yang magister, pencairan dana sebanyak dua kali dan pencairan dana pertama sebesar 90% (dari total nilai beasiswa), dicairkan langsung setelah tanda tangan kontrak! Sisanya tentu setelah saya lulus dan upload ijazah/SKL. Pelaporannya pun sangat sederhana, hanya lapor bukti bayar SPP dan KHS tiap semesternya.

Jadi, sebetulnya penekanan beasiswa ini apa sih? Siapa yang diutamakan mendapat beasiswa ini? Sesuai namanya, Beasiswa Unggulan untuk Masyarakat Berprestasi, kondisi finansial bukanlah faktor penentu, tapi prestasi yang kalian punya yang membuat kalian mendapat kesempatan untuk diterima beasiswa ini. Prestasi yang diakui cukup beragam, bisa penghargaan/award, lomba, olimpiade (yang macam ini minimal tingkat kabupaten dan ada juaranya ya), konferensi/seminar/workshop juga bisa disertakan.

Apa yang harus dilakukan pertama kali jika ingin mendaftar beasiswa ini? Kalian harus membuat akun untuk daftar dan cek alur & syarat pendaftaran di https://beasiswaunggulan.kemdikbud.go.id/page/beasiswa/beasiswa-masyarakat-berprestasi

Silakan lihat dengan teliti berkas-berkas apa saja yang dibutuhkan dan download form yang disediakan pihak BU (seperti surat rekomendasi & pernyataan tidak sedang menerima beasiswa lain).

Pengalaman dan Tips Mendaftar Beasiswa Unggulan

Di bagian ini saya akan menceritakan beberapa pengalaman yang mungkin bisa jadi masukan buat kalian yang tertarik mendaftar.

Pertama, jangan tes TOEFL dadakan plis. Khusus jenjang S2 dan S3 ada syarat skor TOEFL minimal 500. Melihat pola BU yang mendadak buka dan rentang waktu pendaftarannya tidak terlalu lama, selalu siap sertifikat TOEFL yang masih berlaku (2 tahun) adalah langkah yang paling aman. Tahun lalu saya sampai menghubungi penyelenggara tes TOEFL berbagai universitas di Malang, Surabaya, Jombang, sampai akhirnya ketemu lembaga bahasa Inggris di Pare untuk bisa mengikuti tes dengan tanggal yang pas. FYI, sertifikat TOEFL  biasanya keluar 2 minggu setelah tes. Dan tidak bisa daftar terlalu mepet, penuhnya cepet T.T

Kedua, tuliskan esai kalian dengan jujur tapi usahakan tetap ‘menjual’. Berikut bisa diakses contoh esai dan rencana studi yang saya buat untuk mendaftar tahun lalu (klik di sini)

Ketiga, follow deh akun-akun instagram komunitas awardee BU, kalau saya dulu follow IG @beasiswaunggulan_surabaya, mereka rajin buat Q&A, sharing tips wawancara, dan selalu update mengenai pendaftaran BU, ya karena awardee ini memang yang tahu info paling awal dan didorong untuk menyebarkan informasi ke khalayak umum.

Keempat, setelah lolos tahap berkas, kalian akan mendapat email jadwal dan lokasi wawancara serta berkas apa saja yang harus dibawa ketika wawancara. Ada satu berkas tambahan yang harus diurus, yaitu rincian biaya kuliah resmi dari perguruan tinggi. Dulu saya meminta ke rektorat dan juga wakil dekan fakutas yang mengurus keuangan, mana yang lebih cepat jadi itu yang saya gunakan. Berikut contoh surat keterangan biaya dari fakultas (klik di sini).

Kelima, pelajari lagi apa yang kalian tulis sebelum wawancara. Pengalaman saya dulu pertanyaan seputar motivasi mendaftar, kenapa pilih jurusan kuliah yang sedang dijalani, apa hambatan terbesar dalam hidup dan bagaimana mengatasinya, serta rencana masa depan. Waktu wawancara bervariasi sekali, dari 30 menit sampai satu jam.

Terakhir, ikhtiar sekuatnya, pasrah deh abis itu 😀 Kalau rejeki insya Allah tidak akan lari kemana.

Selamat mencoba wahai scholarship hunter.

Ke Ranu Kumbolo Musim Hujan ? Siapa Takut…

2 Comments

Akhirnya saya kembali menulis catatan perjalanan setelah sekian lama absen, dan ada teman hidup (yang insya Allah selamanya) menemani perjalanan kali ini 🙂 *sebut saja Mas Titut.

Perjalanan yang cukup impulsif ke Ranu Kumbolo terwujud bulan Oktober, awalnya teman Mas Titut meminjam tas carrier untuk pergi ke Ranu Kumbolo bersama teman-teman sekantornya dan Mas Titut langsung mengajukan diri untuk bergabung ke rombongan. Saya sempat ragu karena musim hujan yang sungguh labil ini bahkan cukup mengerikan di Surabaya, apalagi di daerah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru sana. Namun karena rindu yang mendalam pada danau para dewa ini, saya dan Mas Titut memutuskan tetap ikut dengan persiapan kurang dari dua minggu.

Beware : Persiapan (Kurang) Maksimal Menghasilkan Pegal dan Kedinginan 😀

Saya berusaha olahraga sebelum hari H, namun hanya sempat olahraga full 2 hari saja. Haha, jogging dan naik bukit di Kediri selama kurang lebih satu jam dan setelah itu kaki saya langsung pegal-pegal. *Jangan ditiru, please. Setidaknya olahraga full seminggu sebelum tracking ya. Kalau mau muncak ke Semeru, kalau bisa malah satu bulan.

Persiapan logistik cukup oke sebetulnya, karena kami sudah pernah beberapa kali tracking dan punya alat-alat yang layak untuk naik gunung. Jaket tebal, sarung tangan, jas hujan, syal, tenda hadiah perkawinan kami dari teman, dan matras siap diangkut. Untungnya perkomporan sudah disiapkan oleh rombongan teman Mas Titut. Dan kami menggunakan sepatu running ketika itu, biasanya sih baik-baik saja, tapi kalau musim hujan sangat disarankan bawa dua alas kaki jika sepatu yang digunakan tidak anti air, atau kalau ‘hanya’ ke Ranu Kumbolo, sandal gunung juga sudah cukup (sandal gunung kalau basah cepet keringnya).

Here We Go !

Jumat sore kami berangkat dari Bungur Asih ke Terminal Arjosari Malang. Harga karcisnya 25.000 untuk bus patas dan 15.000 untuk bus ekonomi. Sekitar pukul 8 malam kami tiba di terminal Arjosari dan mencari angkot putih menuju pasar Tumpang. Angkot ini pada dasarnya siap hampir 24 jam, tapi semakin malam semakin sepi penumpang, jadi kita harus bayar lebih untuk bisa berangkat. Untungnya saya bertemu ibu-ibu yang ingin cepat sampai Tumpang dan rela membayar kekurangan angkotnya. Jadilah saya dan Mas Titut membayar @15.000 untuk angkot tersebut, tarif normalnya 7.000.

Perjalanan Terminal Arjosari – Tumpang ditempuh sekitar 1 jam. Kami langsung ke basecamp pendaki dan sepi sekali. Hiks… Jadi, karena romobongan teman Mas Titut sudah 12 orang, transportasi ke Ranu Pani murni jadi urusan kami berdua. Biasanya ketika pendaki ke basecamp, akan dengan mudah mendapat teman berangkat ke Ranu Pani untuk meringankan biaya. Tarif jip sendiri adalah 650.000 per perjalanan, maksimal dibagi 12 orang. Nah, karena kami hanya berdua, akhirnya kami memutuskan untuk menunggu sampai ada pendaki lain yang akan naik ke Ranu Pani. Jangan khawatir, insya Allah basecamp aman untuk bermalam karena ada security 24 jam. Musholla dan kamar mandi juga cukup memadai ditambah banyak warung makan dengan harga wajar. Saya dan Mas Titut tidur di sebuah ruko kosong, lumayan dingin, tapi dengan jaket dan sleeping bag, tidur bisa menjadi sangat nyaman.

Selama kami tidur, ternyata ada dua rombongan pendaki yang datang. Alhamdulillah pukul 7 pagi kami bisa berangkat ke Ranu Pani, perjalanan kesana kurang lebih 1,5 jam dengan pemandangan yang WOW.

dsc00003

Jemplang : perjalanan menuju Ranu Pani

Ranu Pani We Meet Again !!!!

Sampai desa Ranu Pani ! cuaca mendung dan berkabut, dinginnya tanah Tengger langsung menusuk tulang. Sebelum bisa mendaki dan membeli tiket masuk, kami harus mengikuti briefing super lucu dari volunteer SAVE (semoga ingatan saya masih benar ya). Salut sih, selama saya bekerja di Tosari (daerah Tengger juga tapi beda kabupaten) saya tidak pernah menemui briefing seperti ini di Ranu Pani. Mungkin pihak Taman Nasional memperketat prosedur pendakian karena makin banyak kasus yang tidak diinginkan akhir-akhir ini. Yes, kita tidak boleh sombong dihadapan alam dan Sang Pencipta 🙂 Oh ya, jangan lupa siapkan uang tiket sebesar 17.500 di weekdays dan 22.500 di weekend ya plus lengkapi berkas berupa surat keterangan sehat ASLI dan copynya beserta copy KTP 2 kali. Jika semua berkas dan perlengkapan sudah aman, saatnya melangkahkan kaki ke gerbang pendakian. *Isi perut baik-baik sebelum jalan*

Rain Was The Best Friend, So.. Be Nice 😉

Perjalanan dari pos pendaftaran sampai Ranu Kumbolo membutuhkan waktu kira-kira 6 jam dengan perjalanan cukup selow. Tapi tenang saja, banyak sekali ‘bonus’ jalan mendatar atau menurun sepanjang perjalanan, hanya ada satu spot tanjakan ekstrim setelah pos 3 (tapi pendek juga). Meski begitu, tetap harus fokus dan jaga kekompakan tim (kalau kata volunteer SAVE), karena di musim penghujan seperti ini ada titik-titik longsor yang tanahnya tipis bangeeet, alias kepeleset sedikit masuk jurang.

dsc00012

Perjalanan dari Ranu Pani menuju Pos 1

Sejujurnya saya menikmati tracking di musim hujan, suasana berkabut menjadikan perjalanan kami teduh nan sejuk, meski siang bolong tidak terasa sama sekali sinar matahari menyinari jalan yang kami lalui. Lagipula saya memang kangen banget dengan kabut putih yang menghapus semua pemandangan sekitar yang hanya bisa saya temui di tempat-tempat lebih dari 1500 MDPL.

dsc00021

Jalur longsor dan berkabut

Kami sampai di Ranu Kumbolo sekitar pukul 16.00, dan reaksi pertama saya adalah whoaaa sepi amat yak ! Asik. Haha. Karena pengalaman sebelumnya saya ke Ranu Kumbolo ketika puncak musim pendakian dan tentu saja tepian danau berubah bak pasar. Nah, dari spot ‘Pos 4’ ke tempat camping butuh jalan lagi sekitar 10-15 menit, saya sangat menyarankan lewat bawah dan melipir melalui tepian danau. Sangat menghemat waktu daripada jalur konvensional. Aman kok 🙂

dsc00026

Ranu Kumbolo dari ‘Pos 4’ – jalan dikit, turun, susur danau, sampai ke camping ground

_dsc8528

Menyusuri danau

Nah ini yang bikin nyesek, setelah kami sampai di tempat camping, ternyata rombongan teman Mas Titut menyewa porter untuk membawa tenda dan mendirikannya sembari menunggu romobongan datang. Jadilah tenda kuning berjajar rapi menanti kami. Sementara saya dan Mas Titut harus bongkar tas dulu untuk mendirikan tenda. Hiks. Tapi untungnya tenda kami compact dan tidak ribet, jadi 15 menit bisa siap dimasuki.

One Night and Morning in Ranu Kumbolo

Makan sore sambil memandang danau luas nan tenang merupakan pengalaman mewah bagi saya. Meski menunya ya (lagi-lagi) mie instan, tapi rasanya mungkin 100 kali lebih nikmat daripada biasanya. Matahari masih enggan muncul, jadilah pergantian sore ke malam didominasi warna putih, abu-abu, dan hitam pekat. Saya langsung setelah sholat Isya’ agar perjalanan pulang besok bisa bugar.

Sempat melihat langit sebentar, bintangnya hanya sedikit. Yah saya memang tidak berharap banyak bisa melihat starry sky di pegunungan meski bulan kemarau. Soalnya itu memang kesempatan super langkaaa.

Sholat Subuh esok hari adalah perjuangan ! hehe, air Ranu Kumbolo serupa es menyentuh kulit yang merah karena kedinginan. Duh, rasanya pengen mulet lagi di sleeping bag. Tapi garis perak dan merah sudah terlihat di langit. It means we have to hurry, pray and catching the sun. Pagi itu matahari tidak menyembul di antara bukit, karena memang pergerakan matahari sedang bergeser. Bagi yang ingin melihat momen sunrise seperti gambar anak SD, datanglah ke Ranu Kumbolo di bulan Agustus.

Meski alam terlihat murung sepanjang kami berada di Ranu Kumbolo, saya sangat bersyukur bisa kembali ke danau ini, apalagi bersama Mas Titut. Bisa dibilang tempat ini adalah titik awal kami kenal dan akhirnya berlanjut ke jenjang yang lebih serius *eh kok malah curcol.

_dsc8474

Banyak bunga kuning dan ungu tersebar di sekitar camping ground

Let’s Go Home, Don’t Forget Your Best Friend : Rain

Perjalanan pulang biasanya lebih cepat dan memang benar. Kami sampai pos 1 dengan menempuh perjalanan hampir 4 jam. Semuanya tampak sempurna ketika itu, sungguh. Tapi kejutan dari langit mengiringi perjalanan 1 jam kami berikutnya, hujan super super super deras turun bak ditumpahkan. Jalanan dari pos 1 ke desa Ranu Pani seluruhnya menurun, tapi jalanan jadi seperti aliran sungai dengan air kecoklatan. Selama itu juga saya dan rombongan berjalan cepat dalam hening, masing-masing fokus ke jalan dan ranting pohon yang siap menampar muka kami. Lalu, jaket dan sepatu saya basah kuyup meski sudah menggunakan jas hujan, tas yang saya bawa basah sedikit, serba basah dan dingin ! Nah, persiapan dobel ketika musim hujan sangat disarankan, untung hujan turun ketika pulang, coba pas kami berangkat, mungkin saya bisa membeku di Ranu Kumbolo.

Untuk bisa pulang ke terminal Tumpang, kami (lagi-lagi) mencari teman seperjalanan yang bisa diajak share ride. Tapi tampaknya Ranu Pani sepi-sepi siiing… Alamak saya dan mas Titut sudah kedinginan, untunglah kami menemukan driver akan pulang ke Tumpang, jadilah tarif jip dibuat semiring mungkin, 200 ribu sekali jalan dengan jip serba tertutup yang pastinya tidak kena angin. Kalau mau yang lebih murah dan tahan malu, cari saja pick up sayuran yang nampak mau keluar Ranu Pani, nego-nego asik biasanya bisa mengantar dengan tarif 50ribu per orang.

And This Moment Really Means A Lot For Us : #0KmKita

@banibacan

#0KmKita Nostalgia, berdua lagi di sini 🙂

Dan nyatanya, perjalanan kami tidak seindah foto2nya. 🙂
Perjuangan cari transportasi murah tanpa rombongan, kehujanan sampai hampir semua barang kami basah, dan balada tidur di tenda camping ceria yg membuat kami freezing to the max. Apalagi kalau sudah jadi suami istri, konon emosi sudah tidak lagi ditutup-tutupii alias tidak ada jaim-jaim malu. Maka terciptalah momen-momen kucing dan anjing ala kami, but really.. justru ketika lagi jauh, yang dikangenin ya momen jahil-usil-ngambek lalu bisa ketawa bareng lagi.
Dan quote of the day untuk perjalanan ini adalah :

Ketika kau bisa menjadi dirimu sendiri, marah untuk berbaikan, tertawa atas kesalahan bodohmu, itu artinya kau sedang bersama orang yg tepat.

Jangan lupa follow Instagram saya untuk intip foto-foto perjalanan #0KmKita di @banibacan 🙂

Mengapa Fotografi [sebuah refleksi]

Leave a comment

“Foto-foto gini buat apa sih mbak ?” Pertanyaan dari seorang awak kapal yang berhasil membuat saya tertegun beberapa detik  berfikir berhari-hari.

IMG_1266

di sinilah pertanyaan itu muncul

Saya selalu sortir foto segera setelah hunting. Saya sangat menikmati proses ini, ada insight berbeda-beda di tiap proses. Tapi yang jelas, tempat yang sesungguhnya sederhana bahkan kumuh sekalipun, bisa jadi apik dan eksotis ketika sudah dibingkai dengan frame fotografi. Bayangkan saja, apalagi tempat yang memang bagus dari asal muasalnya. Bukankah ini adalah hal yang luar biasa ?

-Saya seolah bebas menerjemahkan sendiri dunia yang ingin saya lihat, dunia subjektif yang akhirnya menjadi objektif ketika foto sudah terekam-

Jadi, jika ada orang yang bertanya tentang hobi fotografi saya, mungkin jawabannya akan sedikit lebih panjang daripada hanya tertegun dan tersenyum. Foto ini (Pak/Buk/Mas/Mbak/Dek), akan selalu menjadi pengingat bahwa saya pernah diberi kesempatan mengunjungi tempat yang luar biasa,  sekaligus bertemu orang-orang yang tak kalah luar biasa, meskipun hanya beberapa menit sekalipun.

Refleksi ini saya tulis setelah berkunjung ke pelabuhan dengan senja yang eksotis di Jakarta

Ketika Langit Tosari Bertemu Firasat – gallery & cover

Leave a comment

This video contains my cover of Firasat and my favourite photos of Tosari’s sky (Tosari is my workplace which located near Bromo Mountain)
Enjoy 🙂

All of photos is taken by me with Canon D550
For BGM, I use this video https://www.youtube.com/watch?v=NdoYI-OUFlc

Selamat Pagi, Kursi Kayu Sederhana

Leave a comment

Tuhan berbaik hati mempertemukanku dengan kursi kayu sederhana

Yang selalu bisa membuatku melihat pagi

IMG_1193

Rayakan harimu, seperti kamu menikmati pagi

Ada senyum tipis; hangat matahari yang perlahan meninggi

Ada tatap lurus; langit yang mulai tersapu warna

Ada hati yang senantiasa tulus; tak pernah merutuki menunggu pagi

Ada kamu; yang memiliki semua itu

Pagi…

 

Aku Tak Pernah Membenci Matahari

1 Comment

aku tak benci matahari

Aku tak pernah membenci matahari

Meski harus mengantarnya pergi sewaktu waktu

Bagaimana bisa aku bisa membencinya

Sedang ia membiaskan harap

Bahwa ia menhilang untuk terbit di belahan lain

 

-picquotesproject-

Kendi bocor itu adalah hati dan akal yang jernih

Leave a comment

Setelah sekian lama tidak bersua dengan blog ini, berkutat dengan masyarakat Tosari dan segala kisah bersama Pencerah Nusantara yang super seru, akhirnya malam ini saya tertawan dengan kodok ijo di pojokan lemari. Kodok ijo ini spesial, karena berisi pesan-pesan bak mantra yang senantiasa menjadi sumber semangat dan pengingat.

Nah, ada dua kertas yang berhasil membuat saya tersenyum malam ini, tersenyum karena kesesuaian isinya dengan apa yang saya alami : kertas berwarna biru dan krem (walaupun sebenarnya tidak ada hubungan antara warna kertas dengan isi pesan).

Kertas berwarna krem berisi tulisan singkat, ada janji terselip di sana, yang telah ditunaikan baru-baru ini. Namun saya tidak akan membahas janji itu lebih jauh.

Katanya “segala sesuatu bermula dari hati dan akal yang jernih, menuju pemahaman yang baik dan bermanfaat”

Kertas biru berisi sajak cukup panjang, tapi satu kalimat yang menohok adalah : “jadilah kendi bocor. Maka kau akan tahu makna hidup”

Yah, semuanya saya alami di sini, selama proses 6 bulan di Tosari, saya benar-benar merasakan menjadi kendi bocor, rasanya ilmu dan pengetahuan yang saya miliki masih jauh dari cukup. Justru saya lebih banyak belajar dari setiap proses yang terjadi di sini.
Apa jadinya jika saya memposisikan diri sebagai kendi tertutup ? Mungkin saya merasa sudah penuh dan tak akan bisa menerima pembelajaran yang melimpah, selalu tumpah dan merembes keluar.

Dan saya berdoa, semoga yang mengawali langkah saya di sini adalah hati dan akal yang jernih.

Refleksi setengah perjalanan,
Belajar itu seumur hidup 🙂

GAMBARAN PERSEPSI MAHASISWA FRESH GRADUATE UNIVERSITAS INDONESIA TERHADAP KULIAH ATAU BEKERJA DI LUAR NEGERI

Leave a comment

Throwback, karya ilmiah pertama yang dipublikasikan, penuh perjuangan 😀

UI UNTUK BANGSA 2010

Bani Bacan H.Y. & Luluk Nuriyah

Abstract

     The phenomenon of brain drain, which experts went from one country to another, was faced by Indonesia. Many facts showed that it was a bit field of potential human resource of Indonesia left this country for a career overseas. For example there were hundreds of Indonesian lecturers who teach at various universities in Malaysia. This brain drain would bring negative effects if it did not controlled properly, such as the condition where a lack of trained and educated from a country, as well as the imbalance in economic growth that were difficult to predict (Faiz, 2007). The study aimed to obtain fresh graduate student’s perceptions of University of Indonesia against the college or working abroad, so we could get information about the factors which were the reason for the fresh graduate to choose to continue studying or working in or outside the…

View original post 112 more words

Teruntuk Sang Langit 11-12-13

Leave a comment

PicsArt_1386004722272[1]

Langitku, tahukah kau apa yang aku lakukan ketika merindumu ?

Cukup mendongak ke atas,

aku menemukanmu di sana.

Di gelapnya malam, aku melihat ketabahanmu menantikan cahaya.

Di cerahnya pagi, aku melihat harapan terpelihara yang ada didirimu.

Di teriknya siang, aku melihat bara matamu yang senantiasa menyala.

Di emasnya senja, aku melihat elok senyum yang selalu tergaris di wajahmu.

Di mendung yang menggelayut, aku melihat kesedihan yang dapat kau ubah menjadi hujan, basah, tapi menumbuhkan.

11 Desember 2013

Teruntuk sang Langit

 

Older Entries